Sabtu, 21 Oktober 2017

Cerita Anak (Cernak) Koran Solopos-Fitri K

Koran Solopos, Minggu 1 Oktober 2017

Persyaratan kirim:
1. Sekitar 700-750 kata (kurang lebih 2,5-3 halaman A4
2. Times New Roman 12pt, spasi 1,5
3. Email: redaksi.minggu@solopos.co.id
4. Jangan lupa biodata di bawah naskah (nama, alamat, telepon, no rekening)
5. Sertakan juga foto atau scan KTP/kartu identitas kamu pada lampiran.

O iya kirim emailnya file naskah di lampiran, jangan di badan email.

Cernak saya dimuat setelah 1 minggu kirim via email.
Selamat Membaca :)

Cublak-cublak Suweng
Oleh: Fitri Kurnia Sari

Ningrum sudah tak sabar menunggu sore hari. Matanya tak bisa terpejam juga. Padahal, biasanya pada jam satu siang seperti sekarang ini, ia sedang tidur siang. Ia ingat janji teman barunya di sekolah, Ania, dua hari yang lalu.  Ania, murid pindahan dari Surabaya. Ia berjanji sore ini akan main ke rumah Ningrum dan akan menunjukkan sebuah permainan yang sangat seru. Permainan apa, ya? Ningrum benar-benar sudah merasa tidak sabar. Teman-teman Ningrum yang rumahnya dekat juga akan datang ke rumah. Santi, Tania, Rahma, dan Anggi. Ah, Ningrum benar-benar penasaran.
Pukul tiga lebih tiga puluh menit. Ningrum sudah selesai mandi. Ia duduk dengan gelisah di teras rumah.
“Wah, Ningrum jam segini sudah mandi dan rapi. Apa anak Mama ini mau pergi, ya?” tanya Mama yang heran melihat Ningrum sudah rapi.
“Emm, iya Ma. Eh, maksud Ningrum, teman-teman Ningrum akan datang main ke rumah, Ma!” jawab Ningrum sambil tersenyum.
“Bagus itu. Jangan lupa kamu ambil toples-toples isi kue di lemari untuk menjamu teman-temanmu, ya! Mama mau pergi arisan dulu,” Mama mengingatkan.
“Iya, Ma.”
***
“Assalamu’alaikum.”
Teman-teman Ningrum sudah datang. Ania, Santi, Tania, Rahma, dan Anggi.
“Wa’alaikumsalam,” jawab Ningrum riang. Ia lega sekali akhirnya semuanya sudah kumpul.
Ningrum sudah menyiapkan toples berisi makanan dan juga air minum. Ia meletakkannya di meja tamu.
“Permainan seru apa yang akan kamu ajarkan ke kami, Ania?” tanya Santi.
“Permainan ini seru sekali. Namanya permainan cublak-cublak suweng. Apa kalian pernah mendengarnya?”
Semua menggeleng.
“Pertama kali kita harus mengundi dulu, siapa yang akan menjadi pak Empo. Nah, nanti yang jadi pak Empo harus telungkup. Yang lain, meletakkan telapak tangannya di atas punggungnya. Lalu kita menyanyi bersama sambil memutar batu kecil. Ini, aku bawa batu kecil sebagai suweng. Setelah lagu selesai, tangan kita menggenggam, dan teman kita yang jadi pak Empo harus menebak, di mana gerangan suweng tadi disembunyikan? Kalau tepat, maka yang memegang batu kecil itu, harus menggantikan menjadi pak Empo. Kalau tebakan pak Empo salah, maka ia harus telungkup lagi. Kita main lagi, begitu seterusnya!” jelas Ania bersemangat.
Semua mendengarkan dengan serius.
“Wah, seru juga, ya! Kalau begitu, mari kita mulai,” teriak Ningrum.
“Tunggu dulu, Ania kan belum memberi contoh lagunya seperti apa?” Santi mengingatkan.
“O, iya.”
Semua tertawa.
“Begini lagunya teman-teman. Ini aku tulis lagunya di kertas, agar kita bisa menghapalnya. Mudah, kok!” kata Ania sambil membagikan kertas lagu. Setelah itu ia memberi contoh iramanya.
  Cublak- cublak suweng, suwenge teng gelenter,
    mambu ketundhung gudel, Pak empo lera lere,
    sopo nggunyu ndhelikake, sir- sir pong dele kopong,
    sir- sir pong dele kopong, sir- sir pong dele kopong.
Artinya,    dimana suweng ( anting-anting )?, suwengnya berserakan.
                 Banyak orang mencari seperti anak sapi, Pak Empo tengak-tengok.
                 Siapa tertawa, ia yang menyembunyikan, kedele kosong tanpa isi.
Mereka semua mempraktekkannya. Setelah diundi, ternyata Tania yang pertama kali menjadi pak Empo. Setelah dua kali jadi pak Empo, Rahma menggantikan menjadi pak Empo. Ia tertebak memegang batu kecil atau suwengnya. Semua tertawa. Rahma cemberut ketika harus menjadi pak Empo, namun kemudian ia tertawa karena geli punggunya ditekan-tekan ketika menyanyi cublak-cublak suweng.  Tapi kemudian setelah tiga kali, gantian Ningrum yang menjadi pak Empo. Begitu seterusnya, sampai mereka puas.
Awalnya, mereka tidak begitu lancar menyanyikan lagu cublak-cublak suweng, namun setelah tiga kali bermain, mereka bisa hapal lagu itu. Lagunya sederhana dan mudah dihapal.  Tak terasa waktu sudah semakin sore. Ningrum mempersilakan teman-temannya untuk makan kue yang sudah ia siapkan dari tadi.
“Ania, aku penasaran sebenarnya permainan ini dari daerah mana ya? Dan arti lagunya itu apa?” tanya Ningrum yang dari tadi bermain sudah penasaran.
“Permainan ini dari Jawa Timur, Ningrum. Kata kakekku, permainan ini dulu dibuat oleh salah satu wali songo, namanya Sunan Giri. Kata kakek, suweng itu diibaratkan seperti barang berharga, sebenarnya adalah kebahagiaan yang semua orang pasti akan mencarinya. Untuk mendapatkannya, kita harus berusaha dengan selalu berbuat baik.”
“Wah, ternyata dalam suatu permainan itu ada sejarah dan maksudnya ya, Ania?” tanya Santi.
“Iya. Ania juga baru tahu setelah kakek bercerita asal usul permainan cublak-cublak suweng ini.”
“Kalau istirahat di sekolah, kita bisa bermain ini bersama teman-teman yang lain ya?” usul Anggi.
“Iya, Anggi. Paling tidak, untuk bisa bermain ini minimal tiga orang. Biasanya bisa sampai tujuh atau delapan orang,” jelas Ania.
“Eh, sudah sore. Kita pulang, yuk. Terima kasih ya, Ningrum!”
“Terima kasih juga, Ania. Kami senang mendapat permainan baru.”

Ningrum melepas kepulangan teman-temannya. Ia sangat senang mendapat permainan baru, cublak-cublak suweng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar