Koran Solopos, Minggu 3 September 2017
Persyaratan kirim:
1. Sekitar 700-750 kata (kurang lebih
2,5-3 halaman A4
2. Times New Roman 12pt, spasi 1,5
3. Email:
redaksi.minggu@solopos.co.id
4. Jangan lupa biodata di bawah
naskah (nama, alamat, telepon, no rekening)
5. Sertakan juga foto atau scan
KTP/kartu identitas kamu pada lampiran.
O iya kirim emailnya file naskah di
lampiran, jangan di badan email.
Cernak saya dimuat setelah 1 minggu
saya kirim.
Selamat Membaca :)
TAMAN BACAAN ARIMBI
Oleh:
Fitri Kurnia Sari
Arimbi
mondar mandir di kamarnya. Telunjuk tangan kanannya ditempelkan di kening.
Persis seperti orang yang sedang berpikir. Kemudian ia menuju dua kardus yang
ada di pojok kamar. Itu adalah buku-buku cerita yang Arimbi beli selama ini.
Ada bermacam-macam majalah anak dan buku cerita.
“Ehm...
wah, adik kakak lagi sibuk ya?” tanya kak Sarah.
“Eh,
Kakak. Masuk kok ga ketok pintu dulu, sih?”
“Eits,
Kakak sudah ketok pintu, Arimbi manis. Tapi, Arimbi ga dengar, kan?” ledek kak
Sarah sambil memencet hidung Arimbi.
Arimbi
tersipu malu. Arimbi memang hanya mempunyai satu saudara kandung, yaitu kak
Sarah. Kakaknya yang sekarang kelas dua SMP itu. Usianya selisih empat tahun
dengannya.
“Ehm...
Kak Sarah. Arimbi sedang bingung nih. Arimbi ingin menyingkirkan buku-buku
bekas ini. Tapi Arimbi ga tahu mau
disingkirkan ke mana? Kalau ke tempat sampah kan sayang,” keluh Arimbi.
“Hah?
Jangan dibuang dong Arimbi. Buku-buku ini kan masih bagus. Bagaimana kalau
Arimbi membuka taman bacaan saja? Teman-teman kamu dan anak-anak di sekitar
rumah kita bisa ikut membaca!” usul kak Sarah.
Mata
Arimbi terbelalak. Ia tersenyum gembira.
“Lalu
di mana Arimbi bisa membuka taman bacaan, Kak? Bukankah itu semua butuh biaya?
Seperti perpustakaan, kan?” tanya Arimbi ragu.
“Arimbi
bisa membuka taman bacaan di rumah. Misal di teras, digelarkan tikar. Nah buku
nanti bisa diletakkan berjajar di dinding dan ada yang di lantai. Atau nanti
bisa pakai rak buku kakak. Biar nanti diletakkan di ruang tamu, biar Arimbi ga
usah repot-repot bawa buku keluar masuk. Nah, bacanya di teras saja, dialasi
tikar!”
Arimbi
tersenyum. Ia setuju dengan ide kak Sarah. Sebenarnya Arimbi juga ingin agar
buku-bukunya bisa bermanfaat buat orang lain. Ia jadi teringat dengan Joko dan
Tiwi. Mereka adalah teman main Arimbi yang hidup dalam kekurangan. Bapak mereka
sudah meninggal, sedangkan ibu mereka bekerja sebagai tukang cuci. Untuk
sekolah dan hidup sehari-hari saja hanya pas-pasan. Mereka pasti senang jika
bisa ikut membaca di taman bacaan milik Arimbi.
Malam
harinya, Arimbi mengutarakan niatnya pada ibu dan bapak untuk membuat taman
bacaan. Saat itu Ibu sedang membaca koran di ruang tengah.
“Bu.
Bolehkah Arimbi membuat taman bacaan di rumah?”
“O
ya? Arimbi ingin membuat taman bacaan? Kenapa?”
“Begini
Bu. Buku-buku cerita Arimbi sudah banyak. Arimbi ingin agar teman-teman Arimbi
juga bisa membacanya. Daripada buku-buku itu hanya Arimbi simpan dan memenuhi
kamar,” jelas Arimbi.
Ibu
tersenyum. Dipeluknya Arimbi.
“Wah,
itu niat yang bagus. Tentu saja boleh, Arimbi. Tapi Arimbi harus bisa mengatur
taman bacaan Arimbi nanti dan jangan lupa tetap belajar ya!”
Arimbi
meringis sekaligus girang.
“Taman
bacaan Arimbi nanti akan buka setiap sore saja dan hari libur, Bu. Arimbi bisa
menunggu sambil belajar dan juga mengerjakan PR.”
“Wah,
ide kamu bagus itu!” puji Ibu.
***
Keesokan
harinya, di sekolah, Arimbi meminta kepada teman-temannya yang mempunyai
buku-buku bekas yang tidak terpakai untuk menyerahkan padanya. Arimbi juga
bercerita bahwa ia akan membuat taman bacaan mini di rumah.
“Aku
mendukungmu, Arimbi. Aku akan mengumpulkan dulu buku-buku bekasku. Besok hari
Minggu, aku akan mengantarkannya ke rumahmu,” kata Tini antusias.
“Aku
juga, Arimbi. Aku akan membantumu menata buku,” sahut Eka.
Semua
teman-teman Arimbi mendukung niatnya. Arimbi senang sekali.
“Arimbi
bisa memakai ruangan bekas warung Ibu di samping rumah. Bagaimana?” tanya Ibu.
“Tentu
saja, Bu. Nanti Arimbi akan membersihkan ruangan itu,” Arimbi bersorak gembira.
Dua
minggu kemudian, taman bacaan mini milik Arimbi sudah selesai ditata. Bapak
menyumbang dua buah rak buku baru. Bapak bangga dengan keinginan Arimbi
tersebut. Rak-rak buku diletakkan di sudut ruangan. Dua buah tikar bermotif
tokoh kartun Dora Emon dan Masha diletakkan di tengah ruangan.
Teman-teman
Arimbi baik dari sekolah ataupun lingkungan rumah juga datang. Mereka ingin
membaca buku-buku di taman bacaan Arimbi. Ternyata, banyak juga teman-teman
yang ingin membaca namun tidak mempunyai biaya untuk membeli buku. Taman bacaan
Arimbi sangat membantu mereka. Teman sekolah Arimbi juga semakin banyak yang
menyumbangkan buku.
“Makasih
ya Kak Sarah. Ini semua berkat Kakak,” kata Arimbi.
“Arimbi
kok yang semangat membuat taman bacaan. Hobi membaca kamu bisa diikuti
teman-teman lain. Kak Sarah hanya memberi saran. Arimbi keren!” puji Kak Sarah.
Arimbi
tersenyum malu. Ia memang hobi membaca. Wawasan Arimbi juga jadi bertambah.
Arimbi ingat kata bu guru Arini, bahwa buku itu adalah jendela dunia. Arimbi
merasakannya. Ia paham sekarang, kalau jendela dunia berarti ia bisa mengerti
berbagai informasi dari negara manapun lewat membaca. Bahkan, Tomi tetangganya
yang hobi main game online, sekarang
juga ikut rajin membaca. Ternyata membaca tidak kalah serunya dengan game online. Arimbi senang bisa membantu
orang lain untuk membaca buku.