Penyumpit
yang Arif
Oleh: Fitri Kurniasari
Pak Raje adalah seorang
kepala desa yang kaya raya. Tubuhnya gemuk dan berkepala botak. Rumahnya tiga,
mobilnya dua, dan sawahnya banyak. Namun sayang Pak Raje terkenal jahat dan
licik. Banyak penduduk yang berhutang padanya karena ekonomi yang pas-pasan.
Mereka tercekik hutang dengan bunga yang besar. Hal itu pula yang membuat Pak
Raje semakin kaya. Penduduk desa tidak ada yang berani menegur Pak Raje.
Pak Badir, ayah Penyumpit
mempunyai hutang yang sangat banyak kepada Pak Raje. Ia tak mampu membayarnya
karena Pak Raje selalu menggandakannya. Sekarang Pak Badir telah meninggal,
maka Penyumpitlah yang harus membayar hutang ayahnya itu. Pemuda tampan itu harus menjaga sawah milik
Pak Raje dari gangguan tikus dan babi hutan, siang dan malam. Dengan cara
seperti itulah, Penyumpit membayar hutang.
“Hai, Penyumpit, Kau
harus hati-hati menjaga sawahku. Jika sampai sawahku rusak, maka Kamu harus
membayar denda, dengan membayar biaya semua kerusakan! Jangan lupa siang ini
Kamu menuai padi!” tegas Pak Raje berkacak pinggang tanpa belas kasihan.
Penyumpit mendesah. Ia
sangat menyayangkan sikap Pak Raje yang sangat tamak dan tidak punya perasaan
itu. Pak Raje tahu, bahwa kemungkinan besar, babi-babi hutan itu pasti masuk ke
sawah.
Tujuh hari sudah,
Penyumpit melaksanakan tugasnya dengan baik. Babi hutan tak ada yang mendekat
karena ada Penyumpit si penjaga. Penyumpit duduk termenung di rumah sawah
berukuran 2 x 2 meter itu. Ia terbayang wajah Arumi, putri Pak Raje yang sangat
jelita namun baik hati. Arumi suka menolong orang dan rajin mengaji.
***
“Kenapa Arumi beda sekali
dengan Pak Raje? Kenapa aku selalu teringat dia?” batin Penyumpit.
Penyumpit tersenyum
konyol. Ia memang menyimpan rapa-rapat perasaannya pada Arumi, karena ia yakin
Pak Raje tak akan merestui. Lagipula, belum tentu Arumi mau dengan pemuda
miskin seperti dirinya, batinnya.
“Mengapa Ayah tega
menyuruh Penyumpit menjaga sawah? Bukankah babi hutan di daerah situ sangat
ganas?” tanya Arumi suatu malam.
“Hutang ayah pemuda itu
sangat banyak, Arumi. Ayah akan rugi jika Penyumpit tidak membayarnya. Bukankah
dengan begitu, sawah kita menjadi aman dari gangguan babi hutan? Hei, kenapa
Kau tanyakan ini, Arumi? Apakah Kau ada hati padanya?” Pak Raje mulai curiga.
Arumi hanya menggeleng.
Ia tidak berani menatap ayahnya. Ia sangat takut jika Ayahnya murka. Namun,
jauh di lubuk hatinya, ia memang menaruh perasaan pada Penyumpit. Walaupun
miskin, tapi Penyumpit sangat giat bekerja, pintar, dan suka menolong. Arumi
segera masuk ke kamar. Ia tidak ingin ayahnya mengetahui perasaannya.
***
Ini adalah hari ke
delapan Penyumpit menunggu sawah Pak Raje. Ketika sedang asyik duduk di dangau,
tiba-tiba tampak seekor babi hutan memasuki wilayah persawahan Pak Raje. Dengan
cekatan Penyumpit melemparkan tombak yang ia bawa kea rah babi hutan. Dari
kejauhan terdengar pekik kesakitan si babi hutan. Ternyata, mata tombak
Penyumpit mengenai kaki babi hutan. Penyumpit cepat berlari kea rah babi hutan
yang terluka. Namun, babi hutan itu sudah lenyap. Pemuda itu hanya melihat
tetesan darah dari kaki babi hutan itu yang berceceran sepanjang jalan.
Penyumpit mengikuti jejak
tetesan darah itu hingga ke dalam hutan. Ia ingin mengetahui tempat
persembunyian para babi hutan yang selalu merusak sawah penduduk. Ia melihat babi hutan yang terluka masuk ke
dalam sebuah rumah kayu. Alangkah terkejutnya Penyumpit melihat babi hutan itu
berubah menjadi seorang perempuan cantic. Ia pun terdiam beberapa saat seolah
tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Beberapa detik kemudian, Penyumpit
sadar dari rasa terkejutnya.
“Wahai Putri yang cantik,
Kaukah babi yang terluka tadi?” Penyumpit penasaran.
“Benar…Akulah yang tadi
menjelma menjadi seekor babi. Namaku Putri Malam,” ucap gadis cantik itu sambil
merintih kesakitan.
“Maafkan Aku, Putri. Aku
telah melukaimu. Mari Aku bantu mengobati luka di kakimu,” ucap Penyumpit
menawarkan diri.
Putri Malam mengangguk
mengiyakan. Secara hati-hati dan pelan-pelan, Penyumpit membersihkan luka dan
menghentikan darah yang mengalir di kaki. Ia menggunakan tumbuhan sekitar yang
berkhasiat sebagai obat untuk menyembuhkan luka Putri Malam.
Keesokan harinya, Putri
Malam sudah bisa berjalan. Sebagai tanda terima kasih, ia memberikan beberapa
bungkusan yang berisi kunyit, daun simpur, buah nyato, dan buah jering kepada
Penyumpit.
“Kau boleh membukanya
setelah sampai di rumah!” pesan Putri Malam.
Penyumpit kembali ke
rumah dan mematuhi pesan Putri. Setibanya di rumah papannya, ia segera membuka
bungkusan tadi. Betapa terkejutnya ia, ternyata bungkusan itu berisi emas,
berlian, permata, dan intan. Sejak itu, Penyumpit menjadi orang kaya.
Penyumpit pergi ke rumah
Pak Raje untuk melunasi hutang ayahnya.
“Darimana Kau dapat uang
sebanyak ini Penyumpit? Apakah Kau mencurinya?” Pak Raje tak percaya.
“Maaf, Pak. Saya tidak
pernah mencuri dari siapa pun. Ini Saya dapatkan dengan halal. Ini adalah pemberian
seseorang yang baik hati,” jawab Penyumpit.
“Seseorang?” Pak Raje
makin penasaran.
Akhirnya, Penyumpit
menceritakan peristiwa malam itu. Ia mengatakan semuanya pada Pak Raje, sampai
ia mendapatkan bungkusan dari Putri Malam yang isinya telah berubah menjadi barang-barang
berharga. Rupanya, Pak Raje tertarik untuk mendapatkan harta dari Putri Malam.
Diam-diam Pak Raje meniru
apa yang dilakukan Penyumpit. Ia pergi menjaga sawah pada malam hari dan
membawa tombak. Tapi karena tidak terbiasa berjaga malam, ia pun mengantuk dan
tertidur. Pada saat tertidur, puluhan babi hutan bertubuh besar menyerang Pak
Raje. Pak Raje terkejut, lalu lari pulang ke rumah. Beruntung Penyumpit dan
beberapa warga sedang keliling desa menjaga keamanan. Mereka lalu mengusir babi
hutan itu. Pak Raje pun dibawa ke rumah sakit. Tubuhnya penuh dengan luka. Pak
Raje sangat menyesal. Serudukan babi membuat dirinya sadar akan kesalahannya
selama ini.
Penyumpit berdiri di
samping ranjang Pak Raje.
“Kenapa Bapak pergi
menjaga sawah seorang diri? Padahal Bapak bisa meminta tolong pegawai Bapak
untuk menjaga sawah!” kata Penyumpit. Walaupun Pak Raje sering berbuat tidak adil
terhadapnya, namun ia tetap mau menolong kepala desa itu.
“Aku, aku yang tamak,
Penyumpit. Aku ingin bisa memperoleh harta berharga dari babi hutan itu. Aku
menyesal Penyumpit. Maukah Kau memaafkanku?” kata Pak Raje dengan menahan sakit
di sekujur tubuhnya.
“Saya sudah memaafkan
Bapak dari dulu.”
Penyumpit mengusap bahu
Pak Raje. Ia sama sekali tidak punya dendam terhadap Pak Raje. Ia ikhlas
menunggu Pak Raje di rumah sakit.
“Terima kasih Penyumpit.
Kamu sudah mau menolong Ayahku,” kata Arumi yang tiba-tiba muncul dari arah
pintu.
“Bukankah sesama mahluk
Tuhan kita harus saling menolong, Arumi?” Penyumpit tersenyum. Jantung
Penyumpit berdetak lebih cepat.
Arumi tersenyum. Ia juga
merasakan jantungnya berdegup lebih cepat.
Pak Raje yang melihat
itu, tersenyum. Dalam hati ia berniat akan menikahkan Arumi dengan Penyumpit.
Pak Raje sadar, Penyumpit adalah seorang pemuda yang tangguh, mandiri, dan baik
hati.
Sebulan setelah keluar
dari rumah sakit, Pak Raje memanggil Penyumpit ke rumahnya.
“Aku meminta maaf
kepadamu, Penyumpit. Selama ini aku telah berbuat jahat terhadapmu dan juga
kepada semua penduduk sini. Aku sangat menyesal!” sesal Pak Raje sambil
menerawang langit yang cerah.
“Bukankah Pak Raje sudah
meminta maaf?” kata Penyumpit mengingatkan.
“Mungkin, seribu kata
maaf yang Aku ucapkan tidak sebanding dengan perbuatan jahatku dulu.”
“Kami semua sudah
memaafkan Pak Raje!” jawab Penyumpit.
Sejak kejadian di sawah
itu, Pak Raje berubah menjadi baik dan bijaksana. Semua penduduk desa sangat
gembira dengan perubahan Pak Raje. Ternyata Tuhan telah menegur Pak Raje lewat
peristiwa itu.
“Penyumpit!” Pak Raje
menghela napas, memandang pemuda tampan nan baik hati didepannya.
“Maukah Kau menikah
dengan putriku, Arumi?”
Penyumpit terkejut
mendengar perkataan Pak Raje. Ia tidak menyangka akhirnya Pak Raje mau
menerimanya sebagai menantu.
“Saya bersedia menikah
dengan Arumi, Pak,” jawab Penyumpit dengan suara bergetar karena bahagia.
Arumi yang berdiri
dibalik pintu dan mendengarkan percakapan ayahnya tersenyum bahagia.
Satu minggu kemudian, pernikahan Penyumpit dan
Arumi dilangsungkan. Acara begitu meriah. Pak Raje juga memanggil anak yatim
piatu dalam pesta itu. Sekarang Penyumpit menjadi orang yang kaya dan hidup
bahagia dengan istrinya. Pak Raje pun sekarang menjadi orang yang baik hati dan
tidak sombong. Ketika usianya semakin lanjut, Pak Raje meminta Penyumpit
menjabat menjadi kepala desa menggantikan kedudukannya. Penyumpit menjadi
pemimpin yang arif bijaksana*Sumber : Cerita Penyumpit dan Putri Malam
( Cerita Rakyat Bangka Belitung )
*Telah dimodifikasi tanpa merubah makna cerita