Jumat, 16 Desember 2016

Cerpen Penyumpit yang Arif

Penyumpit yang Arif
Oleh: Fitri Kurniasari

Pak Raje adalah seorang kepala desa yang kaya raya. Tubuhnya gemuk dan berkepala botak. Rumahnya tiga, mobilnya dua, dan sawahnya banyak. Namun sayang Pak Raje terkenal jahat dan licik. Banyak penduduk yang berhutang padanya karena ekonomi yang pas-pasan. Mereka tercekik hutang dengan bunga yang besar. Hal itu pula yang membuat Pak Raje semakin kaya. Penduduk desa tidak ada yang berani menegur Pak Raje.
Pak Badir, ayah Penyumpit mempunyai hutang yang sangat banyak kepada Pak Raje. Ia tak mampu membayarnya karena Pak Raje selalu menggandakannya. Sekarang Pak Badir telah meninggal, maka Penyumpitlah yang harus membayar hutang ayahnya itu.  Pemuda tampan itu harus menjaga sawah milik Pak Raje dari gangguan tikus dan babi hutan, siang dan malam. Dengan cara seperti itulah, Penyumpit membayar hutang.
“Hai, Penyumpit, Kau harus hati-hati menjaga sawahku. Jika sampai sawahku rusak, maka Kamu harus membayar denda, dengan membayar biaya semua kerusakan! Jangan lupa siang ini Kamu menuai padi!” tegas Pak Raje berkacak pinggang tanpa belas kasihan.
Penyumpit mendesah. Ia sangat menyayangkan sikap Pak Raje yang sangat tamak dan tidak punya perasaan itu. Pak Raje tahu, bahwa kemungkinan besar, babi-babi hutan itu pasti masuk ke sawah.
Tujuh hari sudah, Penyumpit melaksanakan tugasnya dengan baik. Babi hutan tak ada yang mendekat karena ada Penyumpit si penjaga. Penyumpit duduk termenung di rumah sawah berukuran 2 x 2 meter itu. Ia terbayang wajah Arumi, putri Pak Raje yang sangat jelita namun baik hati. Arumi suka menolong orang dan rajin mengaji.
***
“Kenapa Arumi beda sekali dengan Pak Raje? Kenapa aku selalu teringat dia?” batin Penyumpit.
Penyumpit tersenyum konyol. Ia memang menyimpan rapa-rapat perasaannya pada Arumi, karena ia yakin Pak Raje tak akan merestui. Lagipula, belum tentu Arumi mau dengan pemuda miskin seperti dirinya, batinnya.
“Mengapa Ayah tega menyuruh Penyumpit menjaga sawah? Bukankah babi hutan di daerah situ sangat ganas?” tanya Arumi suatu malam.
“Hutang ayah pemuda itu sangat banyak, Arumi. Ayah akan rugi jika Penyumpit tidak membayarnya. Bukankah dengan begitu, sawah kita menjadi aman dari gangguan babi hutan? Hei, kenapa Kau tanyakan ini, Arumi? Apakah Kau ada hati padanya?” Pak Raje mulai curiga.
Arumi hanya menggeleng. Ia tidak berani menatap ayahnya. Ia sangat takut jika Ayahnya murka. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia memang menaruh perasaan pada Penyumpit. Walaupun miskin, tapi Penyumpit sangat giat bekerja, pintar, dan suka menolong. Arumi segera masuk ke kamar. Ia tidak ingin ayahnya mengetahui perasaannya.
***
Ini adalah hari ke delapan Penyumpit menunggu sawah Pak Raje. Ketika sedang asyik duduk di dangau, tiba-tiba tampak seekor babi hutan memasuki wilayah persawahan Pak Raje. Dengan cekatan Penyumpit melemparkan tombak yang ia bawa kea rah babi hutan. Dari kejauhan terdengar pekik kesakitan si babi hutan. Ternyata, mata tombak Penyumpit mengenai kaki babi hutan. Penyumpit cepat berlari kea rah babi hutan yang terluka. Namun, babi hutan itu sudah lenyap. Pemuda itu hanya melihat tetesan darah dari kaki babi hutan itu yang berceceran sepanjang jalan.
Penyumpit mengikuti jejak tetesan darah itu hingga ke dalam hutan. Ia ingin mengetahui tempat persembunyian para babi hutan yang selalu merusak sawah penduduk.  Ia melihat babi hutan yang terluka masuk ke dalam sebuah rumah kayu. Alangkah terkejutnya Penyumpit melihat babi hutan itu berubah menjadi seorang perempuan cantic. Ia pun terdiam beberapa saat seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Beberapa detik kemudian, Penyumpit sadar dari rasa terkejutnya.
“Wahai Putri yang cantik, Kaukah babi yang terluka tadi?” Penyumpit penasaran.
“Benar…Akulah yang tadi menjelma menjadi seekor babi. Namaku Putri Malam,” ucap gadis cantik itu sambil merintih kesakitan.
“Maafkan Aku, Putri. Aku telah melukaimu. Mari Aku bantu mengobati luka di kakimu,” ucap Penyumpit menawarkan diri.
Putri Malam mengangguk mengiyakan. Secara hati-hati dan pelan-pelan, Penyumpit membersihkan luka dan menghentikan darah yang mengalir di kaki. Ia menggunakan tumbuhan sekitar yang berkhasiat sebagai obat untuk menyembuhkan luka Putri Malam.
Keesokan harinya, Putri Malam sudah bisa berjalan. Sebagai tanda terima kasih, ia memberikan beberapa bungkusan yang berisi kunyit, daun simpur, buah nyato, dan buah jering kepada Penyumpit.
“Kau boleh membukanya setelah sampai di rumah!” pesan Putri Malam.
Penyumpit kembali ke rumah dan mematuhi pesan Putri. Setibanya di rumah papannya, ia segera membuka bungkusan tadi. Betapa terkejutnya ia, ternyata bungkusan itu berisi emas, berlian, permata, dan intan. Sejak itu, Penyumpit menjadi orang kaya.
Penyumpit pergi ke rumah Pak Raje untuk melunasi hutang ayahnya.
“Darimana Kau dapat uang sebanyak ini Penyumpit? Apakah Kau mencurinya?” Pak Raje tak percaya.
“Maaf, Pak. Saya tidak pernah mencuri dari siapa pun. Ini Saya dapatkan dengan halal. Ini adalah pemberian seseorang yang baik hati,” jawab Penyumpit.
“Seseorang?” Pak Raje makin penasaran.
Akhirnya, Penyumpit menceritakan peristiwa malam itu. Ia mengatakan semuanya pada Pak Raje, sampai ia mendapatkan bungkusan dari Putri Malam yang isinya telah berubah menjadi barang-barang berharga. Rupanya, Pak Raje tertarik untuk mendapatkan harta dari Putri Malam.
Diam-diam Pak Raje meniru apa yang dilakukan Penyumpit. Ia pergi menjaga sawah pada malam hari dan membawa tombak. Tapi karena tidak terbiasa berjaga malam, ia pun mengantuk dan tertidur. Pada saat tertidur, puluhan babi hutan bertubuh besar menyerang Pak Raje. Pak Raje terkejut, lalu lari pulang ke rumah. Beruntung Penyumpit dan beberapa warga  sedang keliling desa  menjaga keamanan. Mereka lalu mengusir babi hutan itu. Pak Raje pun dibawa ke rumah sakit. Tubuhnya penuh dengan luka. Pak Raje sangat menyesal. Serudukan babi membuat dirinya sadar akan kesalahannya selama ini.
Penyumpit berdiri di samping ranjang Pak Raje.
“Kenapa Bapak pergi menjaga sawah seorang diri? Padahal Bapak bisa meminta tolong pegawai Bapak untuk menjaga sawah!” kata Penyumpit. Walaupun Pak Raje sering berbuat tidak adil terhadapnya, namun ia tetap mau menolong kepala desa itu.
“Aku, aku yang tamak, Penyumpit. Aku ingin bisa memperoleh harta berharga dari babi hutan itu. Aku menyesal Penyumpit. Maukah Kau memaafkanku?” kata Pak Raje dengan menahan sakit di sekujur tubuhnya.
“Saya sudah memaafkan Bapak dari dulu.”
Penyumpit mengusap bahu Pak Raje. Ia sama sekali tidak punya dendam terhadap Pak Raje. Ia ikhlas menunggu Pak Raje di rumah sakit.
“Terima kasih Penyumpit. Kamu sudah mau menolong Ayahku,” kata Arumi yang tiba-tiba muncul dari arah pintu.
“Bukankah sesama mahluk Tuhan kita harus saling menolong, Arumi?” Penyumpit tersenyum. Jantung Penyumpit berdetak lebih cepat.
Arumi tersenyum. Ia juga merasakan jantungnya berdegup lebih cepat.
Pak Raje yang melihat itu, tersenyum. Dalam hati ia berniat akan menikahkan Arumi dengan Penyumpit. Pak Raje sadar, Penyumpit adalah seorang pemuda yang tangguh, mandiri, dan baik hati.
Sebulan setelah keluar dari rumah sakit, Pak Raje memanggil Penyumpit ke rumahnya.
“Aku meminta maaf kepadamu, Penyumpit. Selama ini aku telah berbuat jahat terhadapmu dan juga kepada semua penduduk sini. Aku sangat menyesal!” sesal Pak Raje sambil menerawang langit yang cerah.
“Bukankah Pak Raje sudah meminta maaf?” kata Penyumpit mengingatkan.
“Mungkin, seribu kata maaf yang Aku ucapkan tidak sebanding dengan perbuatan jahatku dulu.”
“Kami semua sudah memaafkan Pak Raje!” jawab Penyumpit.
Sejak kejadian di sawah itu, Pak Raje berubah menjadi baik dan bijaksana. Semua penduduk desa sangat gembira dengan perubahan Pak Raje. Ternyata Tuhan telah menegur Pak Raje lewat peristiwa itu.
“Penyumpit!” Pak Raje menghela napas, memandang pemuda tampan nan baik hati didepannya.
“Maukah Kau menikah dengan putriku, Arumi?”
Penyumpit terkejut mendengar perkataan Pak Raje. Ia tidak menyangka akhirnya Pak Raje mau menerimanya sebagai menantu.
“Saya bersedia menikah dengan Arumi, Pak,” jawab Penyumpit dengan suara bergetar karena bahagia.
Arumi yang berdiri dibalik pintu dan mendengarkan percakapan ayahnya tersenyum bahagia.
Satu minggu kemudian, pernikahan Penyumpit dan Arumi dilangsungkan. Acara begitu meriah. Pak Raje juga memanggil anak yatim piatu dalam pesta itu. Sekarang Penyumpit menjadi orang yang kaya dan hidup bahagia dengan istrinya. Pak Raje pun sekarang menjadi orang yang baik hati dan tidak sombong. Ketika usianya semakin lanjut, Pak Raje meminta Penyumpit menjabat menjadi kepala desa menggantikan kedudukannya. Penyumpit menjadi pemimpin yang arif bijaksana


*Sumber : Cerita Penyumpit dan Putri Malam
                  ( Cerita Rakyat Bangka Belitung )

*Telah dimodifikasi tanpa merubah makna cerita